SKANDAL PENGOPLOSAN BBM: PERTAMINA DALAM PUSARAN KONSPIRASI?

Wartabengkulu.co – Indonesia kembali diguncang skandal besar di sektor energi! PT Pertamina (Persero) kini berada di tengah badai setelah muncul dugaan praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengungkap indikasi permainan kotor dalam tata kelola BBM yang berpotensi merugikan negara hingga Rp193,7 triliun!
Dugaan ini bukan sekadar isu biasa. Sumber investigasi menyebutkan bahwa BBM dengan oktan rendah (RON 90) sengaja dibeli, kemudian diolah di depo untuk mencapai spesifikasi RON 92 sebelum dijual ke masyarakat dengan harga lebih tinggi. Artinya, masyarakat dipaksa membayar lebih mahal untuk BBM yang kualitasnya belum tentu sesuai!
Apakah ini kelalaian semata? Ataukah ada skenario besar yang melibatkan elite-elite bisnis dan politik di balik layar?
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan petinggi Pertamina yang diduga kuat terlibat dalam skema ilegal ini. Tersangka utama, Riva Siahaan, disebut-sebut sebagai dalang utama pengadaan BBM oplosan ini. Selain itu, Yoki Firnandi, Dirut PT Pertamina International Shipping, diduga memainkan peran dalam praktik mark-up biaya pengiriman yang membengkakkan pengeluaran negara hingga 15% lebih tinggi dari seharusnya!
“Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, ini kejahatan terstruktur yang menggerogoti negara!” kata salah satu penyidik Kejagung yang enggan disebut namanya.
Sementara di tengah guncangan publik, Pertamina buru-buru mengeluarkan bantahan. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa BBM yang dijual ke masyarakat telah memenuhi standar Ditjen Migas.
“Kami pastikan BBM yang dipasarkan sesuai spesifikasi!” Ujarnya.
Namun, pernyataan ini justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan:
• Jika Pertamina tidak mengoplos, mengapa ada dugaan pembelian BBM berkualitas rendah yang diolah ulang?
• Mengapa tersangka utama berasal dari jajaran orang dalam Pertamina sendiri?
• Jika benar tidak ada permainan, mengapa Kejaksaan Agung menemukan bukti mark-up dan manipulasi pengadaan?
Akankah ini menjadi kasus korupsi yang berujung pada hukuman berat, atau justru akan tenggelam seperti skandal-skandal sebelumnya?
Beranikah Pemerintah Bongkar Seluruh Jaringannya?
Saat ini, semua mata tertuju pada Kejaksaan Agung dan pemerintah. Akankah mereka benar-benar membongkar jaringan mafia BBM ini, atau justru membiarkan dalang sesungguhnya lolos?
Indonesia menunggu jawabannya!