Konflik Agraria antara PTPN VII Unit Talo dan Masyarakat Adat Serawai Semidang Sakti Pering Baru Masih Berlanjut

WartaBengkulu.co - Seluma, Konflik agraria antara PTPN VII Unit Talo dan masyarakat adat Serawai Semidang Sakti Pering Baru kembali mencuat ke permukaan, dengan berbagai pihak yang berusaha menuntut keadilan terkait penguasaan lahan yang telah berlangsung sejak 1986.
Rendy Saputra, perwakilan dari Biro Advokasi AMAN Wilayah Bengkulu, menyatakan bahwa masalah ini berakar dari penguasaan tanah milik masyarakat adat oleh PTPN VII. Konflik ini berawal sejak masa izin Perkebunan Inti Rakyat (PIR), yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya PTPN VII. AMAN, yang merupakan bagian dari aliansi masyarakat adat Nusantara, kini tengah berupaya untuk membawa kembali isu ini ke permukaan dan menuntut pengakuan serta perlindungan terhadap hak-hak tanah masyarakat adat Serawai Semidang Sakti Pering Baru. “Wilayah adat bagi masyarakat adalah identitas dan harga diri. Kami akan terus memperjuangkan hak-hak mereka, termasuk mendesak agar Anton, yang kini menjadi tersangka dalam kasus pemanenan sawit, dibebaskan,” ungkap Rendy. Anton, seorang warga setempat, dilaporkan menjadi tersangka setelah melakukan pemanenan sawit di kebunnya sendiri, meskipun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia melanggar hukum.
Sementara itu, Yogi, salah satu anggota masyarakat Ilir Talo, menambahkan bahwa konflik ini selalu memasuki babak baru setiap tahunnya. Pada tahun 2024, PTPN VII sempat melakukan pengakuan HGU terhadap tanah milik masyarakat adat, namun pengakuan itu justru disertai dengan tindakan pemaksaan panen sawit yang membuat banyak pihak terkejut. Tahun 2025, masalah semakin memanas setelah Anton dituduh mencuri sawit, padahal tanah yang ia kelola adalah milik keluarganya. Yogi menegaskan bahwa akibat konflik ini, masyarakat adat mengalami trauma, apalagi pihak PTPN VII sering menggunakan kekuatan pengamanan untuk menekan warga yang merasa dirugikan. Bahkan, meskipun PTPN VII pernah membeli sawit dari masyarakat, saat ini mereka kesulitan menjualnya kembali karena alasan kualitas yang tidak memenuhi standar.
Masyarakat adat Serawai Semidang Sakti Pering Baru menegaskan bahwa mereka tidak lagi mempercayai PTPN VII, yang dirasa lebih mementingkan kepentingan korporasi dibandingkan dengan kesejahteraan masyarakat setempat. Mereka berharap agar pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan konflik agraria ini secara adil dan tidak memihak pada pihak manapun.
Sementara itu, AMAN terus berupaya mengangkat isu ini melalui berbagai saluran media sosial untuk meningkatkan kesadaran publik tentang konflik agraria yang terjadi.