Peluncuran Buku “Ancaman Keberlanjutan PLTA dan PLTU di Provinsi Bengkulu” Dorong Transisi Energi Bersih

WartaBengkuli.co - Bengkulu, Kanopi Hijau Indonesia menggelar kegiatan peluncuran buku bertajuk Ancaman Keberlanjutan PLTA dan PLTU di Provinsi Bengkulu di Kota Bengkulu, Selasa (25/3). Acara ini tidak hanya menjadi ajang peluncuran buku, tetapi juga forum analisis mendalam mengenai keberlanjutan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan di Bengkulu.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Ali Akbar (Ketua Kanopi Hijau Indonesia), Adityo Pratikno Ramadhan (Dosen dan Peneliti Universitas Bengkulu), Susilawaty (DLHK Bengkulu), Saiharjo (BKSDA Bengkulu), serta Agung Budiyono (Direktur Eksekutif Yayasan Cerah Indonesia) yang hadir secara virtual. Selain itu, sekitar 40 peserta dari kalangan jurnalis, organisasi non-pemerintah (NGO), mahasiswa, organisasi kepemudaan, masyarakat terdampak, dan akademisi turut berpartisipasi dalam diskusi ini.
Ketua panitia, Budi Pranata, menyampaikan bahwa buku ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan potensi energi terbarukan yang melimpah di Bengkulu. Namun, ketergantungan pemerintah pada energi fosil masih menjadi tantangan besar yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
“Di Desa Pondok Bakil dan sekitar PLTU Teluk Sepang, kita melihat langsung dampaknya, seperti air sungai yang tidak mengalir serta meningkatnya kasus ISPA dan penyakit kulit. Karena itu, transisi energi menjadi solusi yang harus segera diterapkan,” ujar Budi.
Suwarli, salah satu peneliti buku ini, menjelaskan bahwa penelitian dilakukan sejak Oktober 2024 dan membahas polemik tiga PLTA dan empat PLTS di Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangkit berbasis komunitas energi bersih lebih menguntungkan dibandingkan PLTU berbahan bakar fosil. Oleh karena itu, PLTU sebaiknya hanya berfungsi sebagai pembangkit pendukung dalam sistem energi daerah.
Ali Akbar dari Kanopi Hijau Indonesia menambahkan bahwa permasalahan dalam buku ini tidak hanya terjadi di Bengkulu, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia. Salah satu contoh adalah PLTA Tes, yang dulunya menjadi salah satu PLTA terbaik di Sumatra, tetapi kini terbengkalai karena ketidaksinkronan antara pengelolaan BKSDA dan PLN.
“Untuk PLTS, kami sudah menyurati Kementerian ESDM, namun responsnya kurang memuaskan. Pemerintah hanya menyatakan bahwa proyek PLTS telah selesai tepat waktu, tetapi perawatannya diserahkan ke pemerintah daerah tanpa ada mekanisme yang jelas,” ungkap Ali Akbar.
Dalam sesi beda buku, Adityo Pratikno Ramadhan menegaskan bahwa buku ini dapat menjadi referensi penting bagi upaya advokasi dan kampanye lingkungan. Sementara itu, Agung Budiyono dari Yayasan Cerah Indonesia mengkritik investasi besar-besaran dalam infrastruktur energi fosil seperti PLTU Teluk Sepang, yang dinilainya hanya akan memperpanjang ketergantungan Indonesia terhadap batu bara dan menghambat transisi energi bersih.